Pendahuluan
Dalam era global, informasi semakin mudah disebarkan dan diperoleh dengan adanya jaringan media masa dan internet. Seorang pakar dari Jepang, Dr. Kenichi Ohmae menyebut era ini sebagai dunia tanpa batas (The Borderless World). Dunia ini ditandai dengan arus perdagangan antara Negara yang makin pesat, arus informasi dan komunikasi yang kian canggih dan mobilitas manusia ke seluruh jagad telah mengubah batas-batas konvensional antar Negara. Bersamaan dengan itu entitas Negara-negara bangsa (Nation State) mulai dipertanyakan kembali.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memegang peranan penting dalam distribusi informasi dan memicu terjadi ledakan informasi. Teknologi informasi dan komunikasi ikut andil dalam pembentukan masyarakat. Perkembangan teknologi computer, internet, produk-produk komunikasi serta semakin majunya dunia broadcasting menyebabkan informasi dapat didistribusikan dengan mudah, cepat dan tepat. Waktu dan letak geografis tidak lagi menjadi masalah dalam distribusi informasi. Informasi dapat disampaikan kepada mereka yang membutuhkan dengan kemajuan teknologi yang ada. Internet menyediakan beberapa fasilitas seperti web browser, mail, chatting yang dapat digunakan untuk menelusur informasi dari berbagai penjuru dunia dan berkomunikasi atau menyampaikan informasi kepada mereka yang butuhkan secara cepat.
Selain itu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga turut berpengaruh dalam menjadikan masyarakat di dunia berada dalam satu jaringan besar. Jaringan besar tersebut yang memungkinkan distribusi informasi berjalan secara cepat, tepat dan masyarakat mudah untuk mengaksesnya. Informasi dengan perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang ada saat ini menjadikan informasi layaknya produk makanan instant yang setiap saat dapat dikonsumsi. Informasi saat ini seolah-olah berada digenggaman tangan masyarakat.
Kecenderungan itu tampaknya sulit sekali untuk dibendung. Kini tidak ada satu pun Negara di dunia yang mampu memisahkan diri dari trend umum ini. Tidak ada lagi alasan untuk mengisolasi diri. Seseorang atau lembaga bisa menolak dan menepiskan pengaruh tersebut. Namun pengaruh jaringan media massa dan internet disadari atau tidak telah membawa perubahan bagi masyarakat. Perubahan itu meliputi perubahan te perubahan sikap masyarakat dalam interaksi sosial sehari-hari atau perubahan yang terjadi pada pranata sosial yang ada dimasyarakat
Ditengah-tengah arus globalisasi tadi, salah satu fenomena yang muncul pada zaman ini adalah makin kuatnya nilai individualitas (individuality) seseorang. Slogan-slogan Hak-hak Azasi Manusia (HAM), demokratisasi, keterbukaan merupakan refleksi dari makin pentingnya nilai-nilai individu di tengah-tengah kompleksitas sosial yang ada. Individu menuntut lebih banyak dari segi penghargaan materiil dan intelektual, selain tentu saja mempertanyakan kembali apa penghargaan sosial yang telah diberikan kepadanya sebagai tindakan yang proporsional. Individualitas muncul juga dikarenakan makin tingginya tingkat pendidikan dan kecerdasan rata-rata masyarakat kita.
Saat ini masyarakat semakin kritis, cerdas, dan berani. Kritis yang dimaksudkan disini adalah sikap kritis untuk mengkritisi berbagai persoalan yang ada disekitarnya mulai itu dalam bidang pendidikan bahkan sampai politik. Masyarakat mulai berani menggungkapkan pendapat apabila sesuatu persoalan tidak sepaham dengan pendapat yang dimilikinya. Kondisi ini terjadi karena informasi saat ini dapat diperoleh dengan mudah dan saat ini kita berada dalam era keterbukaan.
Untuk perubahan dalam konteks pranata sosial dapat dilihat dengan berubahnya format pranata sosial serta munculnya lembaga-lembaga baru dibidang pengelolaan informasi. Saat ini banyak lembaga pelayanan public atau sosial lainnya mulai berubah dengan menerapkan e-government dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang informative dan akuntable Sedangkan perubahan pranata sosial dibidang pengelolaan informasi adalah dengan semakin meningkatnya kualitas layanan lembaga-lembaga pengelola informasi. Lembaga-lembaga tersebut antar lain perpustakaan, kantor arsip atau lembaga pengelola informasi-informasi baru. Perpustakaan dan kantor arsip mulai berbenah dengan mengaplikasikan teknologi informasi dalam layanannya. Saat ini kualitas layanan perpustakaan semakit cepat dan depat.
Kebebasan Informasi
Berkembang atau tidaknya bangsa pada saat ini sangat tergantung pada seberapa banyak dan cepatnya mereka memperoleh atau menguasai informasi. Abid Hussain, seorang special rapporteur untuk United Nations menyatakan dalam laporannya bahwa kebebasan informasi merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat penting karena kebebasan tidak akan efektif apabila orang tidak memiliki akses terhadap informasi yang merupakan dasar bagi kehidupan demokrasi. Michael Focault pernah berkata bahwa “knowledge is power”.
Jepang, Thailand dan Korea Selatan, merupakan negara-negara di kawasan Asia yang telah memberikan jaminan kepada masyarakat atas hak untuk mengakses informasi. Berangkat dari gerakan organisasi konsumen yang meminta informasi tentang penggunaan pestisia dan zat kimia tambahan pada makanan juga efek samping dari thalidomide (obat keras yang jika diminum oleh wanita hamil bisa menyebabkan kecacatan pada bayi dalam kandungan), Negara Matahari Terbit tersebut mengeluarkan Information Disclosure Act. Kasus belum lama ini juga turut membuktikan keeksistensian kebebasan informasi, yaitu penarikan peredaran produk makanan mie instant dari Indonesia yang beredar di Negara Thailand oleh pemerintah setempat. Pihak pengawas obat dan makanan Negara Thailand menganggap produk tersebut tidak layak konsumsi dikarenakan mengandung bahan pengawet yang melebihi standar Negara tersebut.
Kebebasan atas informasi sebagai sarana untuk mengetahui akuntabilitas tata pemerintahan serta pemberantasan korupsi. Dalam konsep Negara demokrasi, kebebasan untuk memperoleh informasi merupakan hak public. Undang-undang tentang kebebasan informasi (freedom of expression act) mengatur pemenuhan kebutuhan informasi yang terkait dengan kepentingan publik. Undang-undang tersebut juga mengatur sejauh mana kewenangan individu untuk mengakses informasi publik, terutama yang berada atau disimpan oleh pemerintah dan badan-badan publik.
Informasi sudah diakui sebagai hak di dunia internasional. Pada tahun 1948, Deklarasi Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) mengakui hak atas informasi yang termaktub dalam pasal 19 sebagai salah satu dari tiga puluh hak yang diakui eksistensinya secara universal. Keberadaan hak ini, yang dikenal sebagai The Right to Know dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia semakin diperkuat oleh pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) pada tahun 1966. Instrumen-instrumen internasional tersebut mengakui bahwa setiap orang punya hak untuk mencari, menerima dan menyebarluaskan informasi. Dengan demikian, perangkat hukum internasional memberikan jaminan penuh terhadap hak atas informasi.
Pasal 28 F UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperolah, memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Perkembangan teknologi informasi membuat orang berharap agar segala bentuk dan ragam informasi akan menjadi lebih mudah diperoleh oleh siapa saja, dimanapun berada. Internet sebagai media komunikasi dan informasi, menunjukkan tanda bahwa manusia telah berada dalam arus globalisasi yang akan membawa perubahan terhadap jarak. Ruang dan waktu. Pada saat sama perkembangan teknologi informasi juga menimbulkan kekhawatiran bahwa hanya sekelompok orang tertentu di dalam masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari perkembangan teknologi
Fenomena hangat yang merebak baru-baru ini melalui media internet adalah kasus wikileaks yang membocorkan lebih dari 250.000 dokumen kawat diplomat Amerika Serikat. Begitu banyaknya dokumen rahasia yang dikeluarkan, membuat Julian Assange sang pendiri wikileaks menjadi orang yang paling diburu oleh pemerintah Amerika Serikat. (kompas 16/12)
Dalam konteks sosial menunjukkan penyebaran informasi melalui media internet telah membantu dalam menelaah kondisi yang disembunyikan atas dasar kerahasiaan dan kekuasaan. Sesungguhnya, sebuah pemerintahan memang berhak untuk merahasiakan informasi kalau menyangkut keamanan nasional. Bukan rahasia lagi kalau prinsip keamanan nasional tersebut pula yang membuat kalangan pers frustasi karena membatasi akses bahkan menutup informasi. Secara fakta tidak semua informasi “rahasia” yang dibocorkan oleh Assange dalam wikileaks merupakan sepenuhnya tentang keamanan nasional Amerika Serikat. Informasi yang dibocorkan hanyalah kawat-kawat diplomatic tentang Negara lain. Dari urusan penggantian raja di Thailand, mencampuri urusan Iran, pesta pora yang pernah dilakukan salah satu pangeran salah satu negara arab, dan banyak lagi. Walaupun demikian kawat-kawat diplomatic termasuk informasi bagian dari keamanan Negara. Di sisi lain, berbagai informasi yang telah menyebar tersebut membuka mata dunia kalau Amerika Serikat begitu mencampuri urusan negara lainnya. (kompasiana, 10 januari 2011).
Memahami konsep kebebasan informasi, bagi perpustakaan sebagai suatu institusi dan pustakawan sebagai suatu profesi tentunya menimbulkan pemikiran tersendiri. Pustakawan yang di masa awal merupakan suatu profesi yang menyarankan jenis bahan pustaka yang dibaca atau digunakan secara selektif, dengan adanya “The Library Bill of Rights” pada tahun 1939 memberikan perubahan pada status perpustakaan dan pustakawan. Perpustakaan digambarkan sebagai “gudang atas budaya demokratis” dan pustakawan merupakan saluran netral dan pasif dimana intelegensia akan ditransmisikan guna mendorong warga masyarakat dalam Negara yang demokratis. Gagasan dalam tuntutan ketika itu adalah memfasilitasi proses demokrasi dengan menyediakan akses pada seluruh spectrum pengetahuan manusia, tidak peduli seberapa controversial serta pengaruh yang mungkin terjadi. Pembaca diberikan otoritas untuk memilih informasi apa yang hendak digunakan dan bagaimana memanfaatkannya. (Sugihartati, 2010)
Sebagai suatu lembaga yang bergerak pada layanan jasa informasi, “akses” merupakan bagian dari sebuah layanan yang terpadu untuk mempermudah pengguna perpustakaan dalam memanfaatkan sumber daya informasi. Kemudahan mengakses suatu sumber informasi merupakan salah satu standar ukuran untuk mengetahui Seberapa jauh sumber informasi itu dapat termanfaatkan.
Perpustakaan, termasuk perpustakaan digital, dan segala bentuk institusi informasi berupaya menyediakan akses ke informasi, ide dan karya imajinasi di segala jenis medium, tanpa memandang batas fisik. Juga ditegaskan bahwa perpustakaan merupakan gerbang (gateways) bagi pengetahuan, alam pikiran dan kebudayaan guna menegakkan kebebasan dalam mengambil keputusan, mengembangkan kebudayaan, penelitian dan pemelajaran sumur hidup. Dalam konteks inilah, maka kemudahan akses dapat dipahami sebagai bagian terpenting dari perpustakaan digital. (IFLA dalam Perpustakaan Digital)
Keterbukaan Informasi
Informasi adalah oksigennya demokrasi. Dengan informasi, demokrasi bisa tetap bernapas dan hidup. Apabila publik tidak bisa mengetahui apa yang sedang terjadi, maka publik tidak dapat memiliki peran berarti di masyarakat. Jika tindakan para pemegang kewenangan ditutup-tutupi, alhasil masyarakat tidak bisa melakukan kontrol. Bila hak masyarakat atas informasi terabaikan, maka yang tertinggal hanyalah sebuah demokrasi yang kembang kempis kehabisan napas dan tak lama kemudian mati.
Salah satu ciri pemerintahan yang tidak demokratis atau pemerintahan yang otoriter adalah adanya ketertutupan informasi dan ketiadaan mekanisme untuk mengaksesnya. Sebagai konsekuensinya, negara menjadi wilayah yang tidak dapat atau tidak bersedia dikontrol oleh publik. Dalam perumusan kebijakan publiknya bersifat elitis, tidak memiliki mekanisme administrasi yang jelas dan terbuka, terlalu birokratis atau bertele-tele dalam urusan publik, cenderung sentralistis, tidak efektif, boros dan tidak profesional.
Kebebasan informasi ini merupakan hak publik yang dapat menunjang perwujudan penyelenggaraan negara yang terbuka. Menurut Mas Achmad Santosa, pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas lima hal yaitu:
- Hak memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya (right to observe);
- Hak memperoleh informasi (right to information);
- Hak terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik (right to participate);
- Kebebasan berekspresi, salah satunya diwujudkan melalui kebebasan pers; dan
- Hak mengajukan keberatan terhadap penolakan terhadap hak-hak diatas.
Kebebasan informasi selain sebagai sarana untuk mengetahui akuntabilitas tata pemerintahan, juga memainkan peranan penting dalam pemberantasan korupsi. Indonesia sendiri merupakan salah satu dari 125 negara yang menandatangani Konvensi PBB untuk Memerangi Korupsi di Merida Meksiko 11 Desember baru lalu. Dengan menandatangai konvensi berarti satu negara terikat dengan aturan konvensi. Salah satu materi konvensi adalah menegakkan sistem pemerintahan yang transparan.
Hingga saat ini, tidak kurang dari lima puluh negara telah memberi jaminan kepada warga negaranya untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh pemerintah. Lebih dari setengah dari negara-negara tersebut telah mengesahkan undang-undang tentang kebebasan informasi. (www.freedominfo.org)
Negara seharusnya memberikan sebuah paying hukum yang jelas sebagai dasar dalam memberikan jaminan terhadap kebebasan memperolah informasi. Di seluruh dunia terdapat 76 negara yang telah mempunyai Undang-undang tentang kebebasan informasi. Lima diantaranya adalah, Jepang, India, Thailand, Nepal dan terakhir Indonesia, tepatnya sejak UU KIP disahkan oleh DPR pada tanggal 3 April 2008.
Lembaga-lembaga pelayanan public atau banyak lembaga sosial lainnya saat ini mulai berubah dengan menerapkan e-government dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang informative dan akuntable. Lembaga-lembaga tersebut mulai menerapakan automasi dalam layanannya. Hal ini dilakukan sejalan dengan tuntutan masyarakat akan pemerintahan yang cepat, informative dan transparan. Selain itu melihat urgensi dari informasi bagi masyarakat pemerintah juga membentuk Departemen baru dengan nama Departemen Komunikasi dan Informasi yang bertanggung jawab terhadap manajemen komunikasi dan informasi di Tanah Air. Lembaga ini merupakan salah satu pranata sosial yang ada dimasyarakat kita.
Sedangkan perubahan pranata sosial dibidang pengelolaan informasi adalah dengan semakin meningkatnya kualitas layanan lembaga-lembaga pengelola informasi. Lembaga-lembaga tersebut antar lain perpustakaan, kantor arsip atau lembaga pengelola informasi-informasi baru. Perpustakaan dan kantor arsip mulai berbenah dengan mengaplikasikan teknologi informasi dalam layanannya. Saat ini kualitas layanan perpustakaan semakit cepat dan depat. . Dalam dunia perpustakaan muncul istilah digital library, koleksi digital atau dalam bidang arsip muncul istilah arsip digital.
Prinsip kemudahan akses juga terwujud dalam upaya memastikan penghapusan hambatan bagi semua orang untuk mendapatkan informasi digital di bidang ilmiah dan akademisi. Secara spesifik, upaya ini melahirkan konsep praktik, dan gerakan open access atau juga dikenal sebagai open access publishing, yaitu upaya penyediaan sumberdaya digital secara terbuka, tanpa persyaratan otentifikasi atau bayaran. Salah satu proyek ambisius dalam bidang ini, misalnya yang dilakukan oleh Perpustakaan Cornell University dengan nama ArXiv (http://arxiv.org. dalam pendit, 2008)
Kebijakan Informasi
Saat ini informasi bukan lagi semata-mata entitas kebendaan. Penggunaan informasi dalam berbagai bentuk sudah merata di segala lapisan kehidupan, sehingga akhirnya sebuah masyarakat perlu melakukan pengaturan atau regulasi yang berkaitan dengan informasi. Dari sini lah muncul keperluan akan kebijakan informasi (information policy).
Kebebasan untuk memperoleh informasi publik merupakan hak asasi setiap warga negara. Sebagai konsekuensinya negara harus menjamin hak tersebut dengan membuka ruang yang luas bagi terciptanya keterbukaan informasi bagi setiap warga negaranya. Kebebasan atas informasi tersebut tidak hanya memberikan hak kepada publik untuk dapat mengakses informasi, tetapi juga memberikan kewajiban kepada pejabat publik untuk membantu setiap upaya pencarian informasi dan secara aktif memberikan dan mengumumkan informasi kepada publik mengenai apa saja yang menjadi rencana, keputusan dan aktifitas pemerintah. Dilatar belakangi oleh kondisi tersebut maka diperlukan kebijakan hukum pidana dalam mengatur hak kebebasan untuk memperoleh informasi publik sehingga dapat dihindari benturan kepentingan yang berkaitan dengan hak kebebasan untuk mendapatkan informasi publik tersebut dengan kepentingan negara dan masyarakat secara luas. (Gaol,2004)
Menurut Valantin (1996) “information policy” mencakup di dalamnya isu yang berkaitan dengan isi informasi (access, copyright, privacy, public information, etc.), isu komunikasi (telecommunications, broadcasting, spectrum management, national/global infrastructure, etc.), dan keterkaitan antara informasi, teknologi dan berbagai bidang lain (Sains &Teknologi, hubungan industrial, sektor ekonomi tertentu, pendidikan, tenagakerja, kesehatan).
Dari pendapat Valantin tersebut di atas terlihat bahwa lingkup kebijakan informasi demikian luas, karena mencakup isi, media dan keterkaitan ancara informasi dan bidang-bidang lainnnya. Dalam wilayah isi mencakup hak-kak masyarakat untuk memperoleh informasi, hak cipta, masalah privacy, hak publik untuk memperoleh informasi dan diinformasikan. Masuk dalam cakupa komunikasi mencakup misalnya peralatan telekomunikasi, pengaturan bandwidth, infrastruktur telekomunikasi dan laiinya. Disamping itu, masalah sains dan teknologi, hubungan industrial informasi, pendidikan, ketenagakerjaan, masalah informasi kesehatan dan lain sebagainya.
Dengan memperhatikan hal tersebut, upaya untuk membentuk suatu undang-undang tentang kebebasan memperoleh informasi adalah hal yang cukup penting dalam melindungi, menghormati dan memenuhi hak asasi manusia setiap warga Negara. Selain itu dengan terbentuknya undang-undang ini juga menjadikan kunci dalam demokrasi, pembentukan pemerintahan yang transparan, bebas korupsi, dan pelaksanaan pembangunan yang partisipatif.
Lebih dari 70 negara di dunia terlah memiliki regulasi terkait kebebasan mengakses informasi. Swedia adalah negara dengan regulasi kebebasan mengakses informasi yang tertua dengan nama Sweden's Freedom of the Press Act yang dibuat pada tahun 1766 dan merupakan satu dari empat bagian dasar hukum dasar Swedia yang kerap disebut sebagai fundamental law, disamping undang-undang instrumen pemerintahan (instrument of government act), undang-undang pergantian raja (act of succession), dan undang-undang kebebasan ekspresi (law on freedom expression). Undang-undang kebebasan memperoleh informasi di Swedia ini merupakan bagian dari undang-undang kebebasan pers yang menjamin hak para jurnalis untuk bisa mengakses informasi. Di Amerika Serikat, salah satu negara adidaya saat ini, memiliki undang-undang kebebasan informasi sejak tahun 1966 yang menegaskan bahwa informasi yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah harus dapat diakses oleh publik. Tetangga Indonesia di lingkaran kawasan Asia Tenggara, Thailand, telah memiliki undang-undang kebebasan memperoleh informasi sejak tahun 1997.
Di Indonesia, payung hukum kebebasan informasi adalah Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang merupakan usul inisiatif DPR. Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan.
Undang-Undang ini pada awalnya bernama Rancangan Undang-undang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Undang-Undang ini mengatur tentang informasi yang bisa diakses, dan informasi yang tidak bisa diakses oleh publik. Berbeda dengan Negara lain, UU KIP mengatur ketentuan pidana untuk ‘penyalahgunaan’ informasi, yang dikhawatirkan banyak kalangan justru akan mengancam hak kebebasan informasi publik. Setelah melewati perdebatan yang alot mengenai banyak hal, antara lain masalah substansi dan persinggungan antara undang-undang ini dengan RUU Rahasia Negara yang saat itu juga tenah dipayakan secar intensif oleh pemerintah akhirnya dapat disahkan. Dalam UU KIP ini kemudian dinyatakan secara tegas bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan dan cara yang sederhana.
Undang-undang yang terdiri dari 64 pasal ini pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu. Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Berkenaan dengan itu perpustakaan sebagai lembaga public yang menyimpan asset-aset informasi, dimana pepustakaan merupakan salah satu institusi yang terkait dengan kepentingan public yang wajib menyediakan akses informasi, dalam pengelolaanya juga membutuhkan kebijakan informasi tersendiri yang dapat memberikan pedoman mengenai prosedur, aturan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pengelolaan informasi.
Pentingnya pembentukan suatu kebijakan informasi tentang kebebasan informasi pada perpustakaan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, diantaranya perlindungan terhadap hak-hak warga Negara yang demokratis dan terciptanya pemerintahan yang terbuka dan partisipasi public; perlindungan hak asasi manusia, dengan adanya jaminan terhadap hak akses; dan menjawab tantangan globalisasi ekonomi yang diharuskan untuk memperoleh informasi dan pengetahuan melalui pemberdayaan masyarakat yang dapat memanfaatkan informasi untuk peningkatan kualitas hidup.
Dalam upaya pelaksanaanya, perpustakaan juga diharapkan senantiasa melakukan pengembangan terhadap manajemen informasi yang mengarah pada hal-hal yang berkaitan terhadap pelayanan hak akses informasi, selain itu juga ditambah dengan upaya yang berorientasi padapeningkatan kesadaran masyarakat terhadap manfaat informasi untuk peningkatan kualitas hidupnya.
Penutup
Dari uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1. Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi sebagai salah satu dampak dari globalisasi memiliki peranan penting dalam distribusi ledakan inforamasi (nilai, budaya, dsb).
2. Dinamika informasi yang terjadi membawa perubahan sosial di masyarakat dan pranata-pranata baru di bidang informasi
3. Kebebasan informasi adalah hak seseorang untuk mendapatkan, menerima, dan memberikan informasi apapun sesuai dengan pilihannya tanpa memperhatikan bentuk media yang digunakannya. Lebih menekankan pada aspek personal seseorang sebagai subjek.
4. Keterbukaan informasi adalah kegiatan mempromosikan keterbukaan dan akuntabilitas sektor publik dengan cara memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengakses informasi tersebut. Lebih menekankan pada aspek suatu lembaga sebagai subjek.
5. Kebijakan informasi adalah keputusan atau ketetapan seseorang (individu) atau pemerintah (lembaga) untuk melakukan suatu tindakan pengaturan atau regulasi yang berkaitan dengan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Gaol,Agus Sahat Lumban. 2004. Kebijakan Hukum Pidana dalm Mengatur Hak Kebebasan untuk Memperoleh Informasi Publik. Masters thesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. http://www.eprints.undip.ac.id/13425/ diakses 11 Januari 2011.
IDSPS. Kebebasan Informasi dan Aktor Keamanan. Seri 3. April 2008. http://idsps-3.final.mail.reduce. Diakses 11 Januari 2011.
Kompasiana, Rubrik Media Mainstream. Senin 10 Januari 2011. http://WikiLeaks.dan.Kebebasan.Informasi. diakses11 Januari 2011.
Majalah Almuslimun. 1994. Edisi Berjamaah dalam Era Globalisasi, No 295, Thn XXV (41). Yogyakarta: Yayasan Almuslimun.
Pendit, Putu Laxman. 2008. Perpustakaan Digital: dari A sampai Z. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri.
Rahmat, Hadi. Jaminan terhadap Akses Informasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Terbuka dan Demokratis. MAPPI-FHUI.
http://www.pemantauperadilan.com/.opini/52.JAMINAN.TERHADAP.AKSES.INFORMASI.DALAM.MEWUJUDKAN.PEMERINTAHAN.YANG.TERBUKA.DAN.DEMOKRATIS. diakses 17 Januari 2011.
Sugihartati, Rahma dan Mutia, Fitri. 2010. Masyarakat dan Perpustakaan di Era Revolusi Informasi. Surabaya: Departemen Informasi dan Perpustakaan, FISIP UA.
http:// www.Marlanhutahaean.wordpress.com/2010/10/18/beberapa-kendala-implementasi-undang-undang-keterbukaan-informasi-publik/ diakses 11 Januari 2011.
http://www. pujiword.wordpress.com/2008/09/17/kebijakan-publik-dan-informasi/ diakses 11 Januari 2011.
http:// wennyradistya.blogspot.com/2010/12/kebebasan-informasi-publik.html. diakses 11 Januari 2011.
How to Make Money From Make Money from Betting & Gambling
BalasHapusHow do you make money from Betting & Gambling in one place? 샌즈카지노 Betting on deccasino sports is much more fun than งานออนไลน์ sports betting. It's more about making money