Sabtu, 16 Juli 2011

PERNIKAHAN DAN MORAL BANGSA


Anggapan bahwa situasi Negara ini morat-marit, memang bukanlah anggapan yang salah. Dalam berbagai media pun, orang bicara soal bobroknya bangsa ini. Krisis multidimensi yang tengah dihadapi bangsa kita ini, jika ditelaah dengan seksama, sekiranya semua bermula dari krisis moralitas. Tawuran antar pelajar, penggunaan napza, pelacuran ABG, korupsi, kecurangan ujian, dsb ternyata belum mereda dan malah semakin meluas. Penelaahan atas maraknya berbagai problematika yang berkaitan dengan masalah moralitas diatas membawa pada perkiraan akibat keringnya nilai-nilai keagamaan pada setiap individu.
Solusi Nikah
            Tidak ada permasalahan yang tak ada jalan keluarnya. Islam memandang bahwa pernikahan sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan perbaikan bangsa yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek individual dan kemasyarakatan.
Peneliti asal Amerika Serikat (AS), S. Alexandra Burt dan koleganya di Unversitas Negeri Michigan menemukan bukti bahwa pria punya perilaku jauh lebih baik pasca menikah. Terutama tindakan yang berhubungan dengan penyakit antisocial, seperti perilaku criminal, berbohong, agresif, dan kurang punya belas kasihan akan berkurang setelah merek mengikat diri dalam sebuah tali pernikahan.[1]
                Kita sadar bahwa kebobrokan moral bangsa ini harus segera diakhiri. Melihat fakta ilmiah diatas, paling tidak bisa semakin memberikan keyakinan pada kita bahwa kesucian dan kesakralan sebuah pernikahan mampu memberikan penawar terhadap permasalahan utama terkait moralitas bangsa seperti hilangnya kejujuran, hilangnya tanggungjawab, dan krisis kepedulian.  
Obat pertama dalam setiap perbaikan masyarakat adalah shalihnya jiwa dan eratnya ikatan sosial antar anggota masyarakat. Perbaikan dalam skala individu akan berpengaruh bagi perbaikan keluarga, karena keluarga merupakan kumpulan individu. Jika terbangun keluarga baik, umatpun akan menjadi baik. Karena umat merupakan kumpulan keluarga.[2]
            Dengan demikian pernikahan merupakan sarana untuk memperbaiki diri dan mengarahkan seseorang memperoleh kebahagiaan dan dapat membahagiakan orang sekitarnya, bukan untuk menyengsarakannya dan menyengsarakan orang sekitarnya.


[1] Akbar, Cholis. “Rumus Matang, Tinggalkan Lajang!”. Suara Hidayatullah, Januari 2011, 46.
[2] Al-Banna, Hasan. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 1. Surakarta: Era Intermedia, 2008.